Tangisan Bayi di Tepi Kali

Sabtu, 27 Februari 2010

Uh…., bagi Anda yang takut hantu, jangan lanjutkan membaca postingan ini. Bukan apa-apa, kalau nanti Anda stress dibuatnya saya jadi berdosa, padahal saya maunya dapat pahala. 
Tapi kalau Anda merasa punya nyali, ya, lanjutkan saja. Semoga akal sehat kita dapat memahami gejala alam yang aneh ini.

Langsung ke TKP.
Siang itu saya diberitahu seorang ibu bahwa ada bayi menangis di bawah rumpun bambu, di tepi kali, dekat pemandian warga. Anda dapat membayangkan situasinya, bukan? Rumpun bambu yang lebat, di tebing curam, tak pernah didatangi orang. Tiba-tiba ada bayi menangis di dalamnya. Hm….., di siang hari bolong. Betapa lalainya ibu bayi itu, membawa anaknya ke rumpun bambu. Mungkin digigit semut atau terkena upas bambu yang gatal. Tentu saja bayi itu protes. Itulah yang ada di benak saya!
Maka pergilah saya kesana, bersama seorang kawan, bermaksud mengingatkan. Dari jauh saya mulai mendengar tangisan itu, bayi yang mewek dan kelelahan. Tapi begitu tiba di tepi kali tangisan itu berhenti. Maka saya memanggil saja dari seberang: “Heeiiiii……, lagi ngapain di situ? Pulang, nduk, pulang dulu!”
Tak ada jawaban, juga tak ada tangisan lagi.
Maka saya berpikir bahwa situasi telah aman dan terkendali, ibu itu telah pergi membawa bayinya, mungkin lewat jalan tembus lain sehingga kami tidak melihatnya. Kami pun hendak pulang dengan perasaan lega!
Tapi begitu kami berbalik, sekitar tiga langkah, bayi itu memekik lagi. Keras sekali! Begitu keras dan mengejutkan, sampai saya dan kawan itu terlompat secara refleks menyerbu ke sungai. Saya berpikir ini penyiksaan. Begitulah mungkin tangisan anak jika tersiram air panas atau tersundut api. Suara yang mengerikan sekaligus mengibakan!
“Heeiii, turun, kamu! Cepat, turun!” saya berseru.
Tak ada jawaban, juga tangisan tiba-tiba berhenti. Mungkin mulutnya dibekap!
Dengan perasaan tak sabar, kami menyerbu naik. Pikiran-pikiran buruk mulai melintas di benak saya: Mungkin ada perempuan membuang bayi hasil hubungan gelap, lalu dirubung semut. Kami akan menolongnya. Kepada kawan itu saya katakan, kalau bayi itu perempuan akan menjadi milikku, kalau laki-laki menjadi miliknya. Kami akan mengangkat anak tanpa rencana sedikit pun sebelumnya.
Bambu hanya serumpun, kami ubek-ubek habis. Tak ada selembar daun-pun yang tidak kami singkap, tak ada kerimbunan yang tidak kami teliti. Seorang ibu dengan bayi takkan bisa memanjat tebing tegak di belakang kami, dan tak ada celah untuk meloloskan diri tanpa terlihat. Pokoknya, mereka berada dalam genggaman. Tak ada satu senti pun permukaan tanah yang lolos. Tapi tak bertemu. Bekasnya pun tak ada.
Akhirnya saya dan kawan berpandangan. Sesuatu terbersit dalam pikiran saya, rupanya kawan saya juga mengalaminya.
“Hari apa ini?”
“Hari Jumat……” jawab kawanku.
“Jam berapa sekarang?”
“Sebelas lewat, tepat tengah hari..”
Waw……..!”
Para Pembaca.
Saya adalah golongan rasional, hal-hal berbau mistik selalu saya anggap remeh. Tapi pada saat begini saya harus akui bulu tangan saya berdiri. Tapi saya takkan berlari, karena saya tahu hantu atau jin tidak menggigit. Maka dengan sedikit memaksa nyali saya menyampaikan kata-kata ini:
“Hei, bayi yang malang. Kami ada di sini untuk menolongmu. Jika kau anak manusia maka menangislah supaya kami menemukanmu. Tapi kalau engkau bukan anak manusia, diamlah, agar kami mengerti. Kami tunggu di sini, dalam lima menit!”
Kami duduk, menyulut rokok. Hening. Tak ada tangisan, tak ada gerakan, tak ada apa pun sampai batas waktu yang saya berikan habis.
Lalu kami turun, dengan keyakinan mantap. Begitu kami menyeberang kali, menatap sekali lagi ke arah rumpun bambu itu, tangisan itu pun meletup lagi. Keras sekali. Saya perkirakan, bayi itu berada di tempat bekas saya duduk tadi.
Kali ini kami tidak menunggu aba-aba lagi.
Lari……….., secepat kaki bisa. Orang-orang yang melihat sampai heran, ada dua bapak-bapak lari pontang-panting ketakutan, di tengah hari bolong. Ha ha ha!
Hm……..

0 saran,Bagaimana Menurut Anda??klik disini: