Aku Menginap di Kerajaan Jin (Real Story)

Sabtu, 27 Februari 2010

ilustrasi saja, bukan istana jin
Aaaahh…akhirnyaaa…!! Aku melepas nafas penat dan melemparkan tubuhku ke atas tempat tidur berlapis bed cover putih biru ini. Memejamkan mata dan meregangkan punggung, yang tadi meringkuk di sepanjang dua jam kemacetan dari kantor ke tempat ini. Sebuah hotel berbintang di kawasan pantai, yang dibooking oleh kantorku dalam rangka memaksa karyawannya bekerja dua puluh jam sehari…untuk menyelesaikan sebuah proyek laporan akhir tahun (karena kalau di kantor, selalu saja kami punya alasan untuk pulang tepat waktu atau izin ini itu). Sementara di tempat ini, hanya ada kami dan pekerjaan! Tak ada yang lainnya lagi? Hmm…ndak sepenuhnya begitu sih……

Baru sejenak kesejukan AC kunikmati, dalam temaram ambien cahaya yang menciptakan suasana cozy, dan merasakan betapa empuk mentul-mentulnya tempat tidur ini, tiba-tiba aku mendengar suara-suara. Suara tawa kecil cekikikan dari balik pintu kaca ke arah balkon. Dari suara ketawanya yang agak genit-genit manja begitu, sepertinya sih itu ketawa perempuan muda.
Kutengok ke arah balkon, dan tidak ada apa-apa di sana yang tertangkap oleh mata. Tapi hatiku merasakan kehadiran mereka: tiga gadis belia sedang berdiri di balkon sana. Manis parasnya, kuning langsat kulitnya dan rambutnya digelung ke atas berhiaskan ikatan kuncup-kuncup melati. Gadis yang paling kecil, seusia anak manusia yang masih sekolah dasar, memegangi kain gorden kamar. Mengintip-intip dengan matanya yang cantik dan tertawa-tawa. Gadis yang paling besar, usia sekolah menengah pertama, hanya tersenyum-senyum memandangi aku. Sementara itu, gadis yang tengah-tengah memegang lengan dan menyender ke kakaknya sambil senyum-senyum juga. Aku mengucapkan salam, mereka membalas salamku sambil senyum-senyum dan cekikikan.
“Koq ngintip-ngintip?…”, tanyaku melalui hati sambil ketawa. Dan mereka hanya cekikikan.
“Kalian siapa?..”,tanyaku lagi. Mereka cekikian lagi. Halah..sama aja anak-anak abege ini hehehe..
Akuu…Roro Kemuning…”, jawab si kecil dengan nada manja genitnya, “Yang ini kakakku..Roro Diah. Yang itu kakakku juga. Namanya Roro Jumira.” Jelas si kecil sambil menunjuk kedua kakaknya.
“Koq pake Roro? Kayak di Keraton aja..”,ledekku sambil tersenyum.
“Ya iyaa laaah….ini kan di keratonnn…”, jawab Roro Kemuning dengan gaya abege-nya.
Upss..Sejenak aku kaget terdiam. Hmm…okeee…jadi hotel ini berdiri di ruang yang sama dengan sebuah keraton mahkluq halus, namun dalam dimensi yang berbeda. Lokasi hotel ini yang di dekat pantai juga menjelaskan, kenapa ada keraton sini. Beberapa kerajaan jin yang besar-besar memang berada di tengah laut atau di pinggir laut. Ada juga yang di gunung-gunung dan di hutan. Aku menyebut “keraton” atau “kerajaan” ya karena memang secara fisik memang terdapat bangunan-bangunan kolosal bergaya kerajaan atau keraton. Ada pintu gerbangnya, ada menara-menaranya, ada balairungnya, dan ada area singgasananya. Warna istana mereka bermacam-macam. Ada yang kuning keemasan berkilauan, ada yang berwarna abu-abu tembaga, ada yang hijau lumut dan ada yang hitam kelam. Yah..tergantung selera Rajanya sih. Sama halnya dengan raja-raja di dunia manusia, ada yang memilih tampil sederhana ada juga yang senang tampil megah dan flamboyan. Keraton yang di sini ini, rumah bagi tiga gadis belia manis-manis berhidung mangir ini, warnanya kuning emas. Berkilauan kerlap-kerlap megah sekali.
Dan seketika hadir di hadapan hatiku aula yang luas (yg di dalam dimensi ruang manusia malah terletak di basement parkir hotel ini !!), semuanya kuning emas berkilauan. Tiang penyangganya besar-besar menjulang, dan di tengah sana…podium singgasana yang megah sekali. Waah..indah sekalii..decakku terkagum. Ada banyak orang!…para pengawal kerajaan di sisi kanan dan kiri. Dayang-dayang pembawa buah-buahan. Tujuh puteri yang cantik-cantik, termasuk ketiga puteri belia tadi yang sekarang sudah berada di sana. SI kecil bersandar dengan manja ke pangkuan seorang wanita yang sangat jelita..sang Permaisuri. Dan juga..sang Baginda Raja…..
Aku tersenyum kemudian bersimpuh memberikan salam penghormatan kepada Beliau, dan berusaha bersikap penuh santun sebagaimana layaknya seorang tamu. Aku menghaturkan salam secara Islami dengan penuh takzim, dan Beliau menjawab salamku. Kami saling mendoakan di dalam keMaha Rahmaanan dan ke Maha Rahiiman Gusti Allah SWT, bagi seluruh mahkluq yang ada di wilayah keraton dan sekitarnya, di laut dan di daratan..baik manusia, jin, hewan dan tumbuhan. Sebagaimana sikap seorang tamu, kemudian aku menyampaikan permohonan maaf sekiranya ada sikap dan kata yang tidak berkenan selama aku menetap di sana. Dan percakapan pun mengalir dalam keramahan, kasih sayang dan saling menghormati.
Beliau menjelaskan tentang seputar kerajaannya, yang membentang di sepanjang garis pantai di sini hingga sedikit ke wilayah Barat di sana, dan menjorok memasuki lautan. Beliau memperkenalkan Permaisurinya yang sangat jelita, dan juga ketujuh puteri-puterinya..termasuk si kecil yang senyum-senyum manja. Dan percakapan mengalir sepanjang petang itu, hingga aku pamit untuk menyiapkan diri untuk rapat pertama di malam itu. Ketiga puteri belianya yang berhidung mbangir dan berkulit kuning langsat terus menemaniku di ruang rapat disana, dengan senyum dan cekikikan penuh candanya. Sebuah suasana persahabatan yang hangat…
Dan hingga kini, setiap kali aku melaju di jalan bebas hambatan dari atau menuju Bandar udara di pinggiran kota.…dan melewati kawasan itu…..aku selalu sempatkan untuk menyapa penuh hormat di dalam hati..kepada Kanjeng Baginda Raja, Permaisuri dan keluarga besarnya. Juga untuk ketiga puteri yang sangat friendly
.
PS: tulisan ini tidak dimaksudkan utk berbangga diri atau untuk menakut2i. Sekedar sharing tentang fenomena yang mungkin bisa dibaca hikmahnya. salam damai…

0 saran,Bagaimana Menurut Anda??klik disini: