Perempuan Jadi TKW, Lelakinya Kemana?

Jumat, 26 Februari 2010

PEREMPUAN JADI TKW KE LUAR NEGRI, KEMANA LAKI-LAKI INDONESIA?

Setelah beli oleh-oleh serba sedikit sebagai pembuka pintu rumah istilah orang tua, saya langsung menyetop taksi. Saya meminta sopir taksi mengantar ke Bandara International. Sopir taksi tidak langsung berangkat tapi melihat jam tangan yang dipakainya. Mungkin dia sedang terikat waktu, seperti ada janji dengan orang lain.
Selang beberapa detik dia bilang ok dan dia minta ongkosnya 60 dirham. Biasanya kalau pakai meteran paling ongkosnya sekitar 40 sampai 50 dirham saja. Tapi karena baru saja menerima gaji dan ingin segera sampai di Bandara, permintaanya langsung saya terima tanpa menawar ongkosnya.
Dugaan saya ternyata benar. Beberapa saat setelah jalan, dia langsung menelepon seseorang yang mungkin temanya. Walaupun dia bicara dalam bahasa Urdu, saya dapat menebak dia sedang buat janji baru karena dapat sewa mengantar saya ke bandara.
Setelah dia selesai menelepon lalu saya bertanya kepadanya. “Kamu dari Pakistan ya?”. Karena dia jawab ya, lalu saya lanjutkan dengan pertanyaan susulan: “Muslim ya?”. Kembali dia jawab ya. Kalau begitu kita bersaudara, dengan hangat dan gembira dia jawab ya serta dia tambah komentar lain yang agak panjang. Lalu kami terlibat dengan akrab dan hangat bicara mulai dari keluarga sampai negara masing-masing. Tapi karena dia mengendarai taksinya dengan kencang, saya mulai khawatir dan mengendorkan pembicaraan denganya.
Karena letih jalan kaki tadi kesana kemari mencari oleh-oleh pesanan anak-istri saya mulai merasakan kantuk yang cukup hebat. Sebuah pernyataan dengan pertanyaan dari sopir taksi tiba tiba membuat rasa kantuk saya sirna.
Dia bercerita kalau orang Pakistan banyak yang terpaksa keluar dari negaranya mencari nafkah karena kondisi negaranya yang belum menguntungkan. Kamu bisa lihat sendiri katanya kepada saya. Hampir semua sopir taksi disini adalah orang Pakistan. Pekerja bangunan, pabrik, sampai tukang cukur kebanyakan dari Pakistan.
Saya juga lihat banyak pekerja dari Indonesia, katanya terus melanjutkan pembicaraan. Tapi kami orang Pakista beda jauh dengan orang Indonesia. Kamu lihat sendiri kan?, tanyanya kepada saya. Semua orang Pakistan yang keluar dari negeranya adalah laki-laki. Beberapa orang ada yang perempuan tapi karena ikut suaminya. Beda jauh dengan orang kamu, mayoritas orang Indonesia yang bekerja ke luar negeri adalah perempuan.
Kemudian yang membuat saya terperangah dan berfikir keras adalah pertanyaanya bertubi-tubi sebagai berikut. Kenapa pemerintahan Negaramu mengizinkanya? Negaramu kan mayoritas Muslim, bukankah muslim laki-laki yang seharusnya bertanggung jawab menafkahi keluarganya? Kemana orang laki-laki di negeramu? Apa kerja mereka? Saya sering merasa kasihan dengan pekerja perempuan Indonesia yang sering mendapat perlakuan kasar disini, katanya lagi. Bahkan beberapa diantara mereka ada yang harus menjual diri untuk bisa tetap bertahan. Mau pulang tidak bisa karena pasportnya ditahan serta tidak punya ongkos, lanjutnya.
Pertanyaan demi pertanyaan tersebut betul betul membuat saya tidak bisa melanjutkan pembicaraan lagi denganya. Saat saya terdiam tersebut, kembali dia ulangi pertanyaanya: Kemana orang laki laki di negaramu?
Pembaca yang budiman mohon bantu saya menjawabnya, kemana ya?
Abudhabi, 26 Februari 2010.

0 saran,Bagaimana Menurut Anda??klik disini: