Miskin Tidak Boleh Merokok!! Yo Wis!!

Jumat, 26 Februari 2010


“wah ada berita baru !” sahut seorang kuli bangunan disela- sela jam istirahatnya.
Bersama kawan-kawannya menikmati hidangan makanan ala kadarnya disebuah warung sederhana. Dengan segala keterbatasan mereka berusaha tetap menikmati rejeki yang telah diberikan olehNYA.
Sambil beristirahat melepas lelah orang yang bernama Paijo menjelaskan tentang berita yang didengarnya dari televisi diruangan mandor.
“Ono opo e jo ?” tanya seorang kuli lain yang juga sedang beristirahat.
Sambil meregangkan kakiny diikuti kepulan asap rokok yang dihembuskan dari mulutnya Paijo mulai bercerita.
“Ki lo pak, pemerintah DKI mau mencabut jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin yang merokok. opo ora edan nek kui ?”

Ilustrasi-Merokok/Admin (KOMPAS.com)
Ilustrasi-Merokok/Admin (KOMPAS.com)
“we la dalah, gendheng tenan, opo ora podo mikir yo wong- wong nang pemerintah ? Wes nrimo digaji cuman sedikit, eh malah jaminankesehatan meh dicabut ?”
“Nek sik berita ngomong ngene pak, langkah ini ditujukan pada setiap warga miskin yang merokok.” sambil sesekali menghisap rokok dijarinya , dia melanjutkan ceritanya.

“Demi mengurangi kebiasaan merokok, makanya nek ada warga dilevel kita yang merokok, akan dicabut jaminan kesehatannya, jadi nek sakit yo mbayare pol larange.”
Memang langkah yang diambil pemerintah sangat benar. Demi mengurangi tingkat kematian akibat rokok, dan menyadarkan masyarakatnya akan buruknya rokok. Tapi dengan melihat lemahnya kebijakan yang mengatur cukai, kebijakan ini masih bisa diperdebatkan.
“Gimana mau berhenti rokok nek setiap kewarung ketemu sama harga rokok yang murah meriah daripada sembako ?” , ” gimana mau berhenti nek setiap pedagang rokok menjajakannya seperti permen karet ?”
Daripada memberikan ancaman kepada masyarakatnya, akan lebih baik jika pemerintah mengatur kebijakan yang lebih tegas pada setiap pengusaha rokok. Sehingga tanpa menakut-nakuti kaum wong cilik, dengan mencabut jaminan kesehatan. Para kaum papa itu akan dengan sendirinya meninggalkan rokok.
Bayangkan jika harga rokok yang seharga Rp 700- Rp 800 perak menjadi Rp 7000 - Rp 8000 per batang, ” boro-boro buat beli rokok, mending buat beli makanan atau keperluan sekolah anak-anak. “


“pie kang kelanjutane, apa jadi kita para wong cilik ini kalau jaminan kesehatan dicabut ?”, “lha ntar nek sakit pie coba ?” Ujar Joko. Salah seorang tukang parkir yang baru saja bergabung melalui transfer window kedua, Mas Jono masuk dengan terheran-heran melihat wajah serius dari teman-temannya.
Diwarung yang sudah penuh oleh para pekerja itu kini dilingkupi suasana serius dan tegang. Bagaimana tidak sebuah wacana mengenai akan dicabutnya jaminan kesehatan oleh pemerintah DKI, tentunya membuat mereka was-was.
“lah yo kuwi, aku yo mumet, lah hiburane dewe ki mung nek ora ngudud ya apa lagi ?” , ” apa besok setiap warga kaya kita nek podo stress harus kekafe ikutan dugem kaya para artis ? kena narkoba , kita juga disalahkan.” jelas Paijo.
Jono yang baru saja tiba segera ikut nimbrung pembicaraan tersebut. “wah nek aku ra masalah, arep harga rokok umpamanya dinaikkan”, ” gampang dab, tinggal pasokan markir tak tilep, misale markir motor Rp 1000 tak jaluke Rp 5000″.  ”edyan !!” jerit Paijo, “emang ngga ketauan mas jono, sama petugas dari dinas kota?”
Tawa meledak dari mulut Jono sebagai akibat dari pertanyaan Paijo.  Seketika perhatian setiap orang terpusat pada Mas Jono, yang mengaku bahwa dia merasa tidak keberatan atas peraturan pencabutan itu. Setelah beberapa saat menghisap rokok andalannya, dia meneruskan ceritanya.
“nek aku yo selama duwe kenalan ,eperiting is olrait..!!” , “loh olrait gimana mas?” tanya Joko. “jadi ngene, nek aku sakit aku masih punya duit dari le markir mau buat berobat. Toh sebenarnya ngga perlu seperti itu kan juga ada cara lain” . “cara lain pie to mas ?” tanya seorang kuli berambut cepak berwajah putih. “yo minta tolong sama tetanggaku yang punya kenalan di*dalem*”.
Sambil menenggak kopi pahit yang dibuatkan Ani, rondo kempling pemilik warung. Mas jono melanjutakan ceritanya, “yah namanya peraturan kan pasti ada celahnya, koyo bal-balan, sistem pertahanan cattenacio yang terkenal kuat pun bisa bobol, apalagi cuman peraturan yang dibikin dinas ?”. “Jadi menurut mas Jono, kita bisa mainin peraturan biar nguntungin kita , begitu mas ?”, sahut Paijo. “tepat sekali mas !”
“jadi orang cilik itu kudu cerdas kang, nek mungsuh para penguasa sik kemutih (baca : sok putih), atau sok bersih, kita hanya perlu menggunakan otak ” , papar Mas Jono dengan bangga.
Kata-kata dari Mas Jono terakhir bukannya terlalu bias. Namun melihat dari keadaan akhir-akhir ini dimana hampir masyarakat Indonesia semakin cerdas dan semakin kritis. Tentunya akan menjadi tantangan pemerintah untuk melakukan pengaturan dalam menciptakan ketertiban umum.
Sudah bukan saatnya dan masanya pemerintah tutup mata dan berakting seolah-olah semua baik-baik saja, seperti lagu band Ratu. Meskipun sudah banyak jago akting yang merambah dunia pemerintahan, untuk menjajal kemampuan aktingnya pada tingkat yang lebih tinggi. Kepala Daerah, Bupati, ataupun DPR.
Sekedar wacana, tidak ada maksud untuk menghina atau merendahkan salah satu pihak.

0 saran,Bagaimana Menurut Anda??klik disini: