Arwah Penuh Cinta (Real Story Edisi Valentine)

Sabtu, 27 Februari 2010

 
Kompleks perumahanku heboh. “Ada nenek-nenek pemangsa bayi dan anak kecil !!..”,begitu bisik-bisik warga. Waah..kalau benar begitu, siapa sih yang nggak jadi khawatir. Kebetulan perumahanku ini sebagian besar warganya adalah keluarga muda, mereka yang masih punya bayi mungil atau satu dua anak berusia paling besar sekolah menengah pertama. Berita yang sampai ke telingaku adalah, ada nenek-nenek berwajah seram bergentayangan mendatangi kamar anak-anak kecil di kompleks perumahan ini.

“Nenek-nenek itu datang di malam hari. Tiba-tiba menampakkan diri di kamar anak-anak ….”, bisik warga ibu-ibu di sela-sela peragaan alat memasak pada sebuah acara arisan di suatu sore. “Anak saya menjerit ketakutan…katanya ada nenek sihir !!….”, tambah Ibu yang lain. “Iyaa…udah banyak lho yang cerita begitu. Nenek-nenek seram itu bergentayangan di kompleks kita ini ! Adduuh…serem bennerrr…”, gelisah yang lain.
Selepas senja ketika malam baru saja turun menggantikan. Ketika langit baru saja melahirkan bintang-bintang. Dan masih banyak jejak doa diterbangkan bagi mereka yang terus disayangi. Dan sebaris salam kusampaikan kepada sang nenek, siapapun ia, sebagai pembuka perkenalan..
“Salam bagimu, Ibu…yang telah diciptakan dari keMahakasihsayangNya. Gusti Allah Yang telah menciptakan kita semua dari ketiadaan menjadi ada. Yang dengan Kasih SayangNya telah menjadikan kita ada, baik yang terlihat oleh indera maupun yang tidak kasat mata…”
“Salam, anakku…”,dan sesosok sederhana hadir di hamparan hatiku.
Ibu sepuh bertubuh kecil, pakaiannya sangat sederhana. Kebaya sederhana warna putih dan kain cokelat gelap bermotif juga sederhana. Beliau mengenakan kerudung putih, yang menutupi sebagian rambutnya. Model kerudung ibu-ibu sepuh seperti yang banyak ditemui di pengajian di kampung-kampung Betawi disini. Tubuh kecilnya agak bungkuk dimakan usia. Dan wajahnya yang tirus menampakkan dengan jelas guratan-guratan usia senjanya. Kulitnya tidak putih, tetapi bersih.
Aku mencium tangan Beliau, sebagaimana seorang anak menghormati orang tuanya. Tangannya mungil tetapi terlihat kekuatan di jari-jarinya. Beliau menyentuh pundakku. Ya, mungkin bagi anak-anak kecil itu wajah tirus sepuh dan penuh guratan usia tuanya itu nampak menyeramkan. Aku tak menyalahkan mereka. Di mata anak-anak kecil, mungkin wajah Beliau yang (maaf) keriput memang jadi seperti nenek sihir. Tapi nenek-nenek mana sih yang ga keriput? Apalagi jika usianya udah sepuh sekali mendekati seratus tahun? Namun di hadapanku sekarang ini, kurasakan sesosok yang bahkan penuh kasih sayang kepada bayi-bayi dan anak-anak kecil.
“Rohmah…..nama Wak”, suaranya lembut nyaris berbisik.
Dan aku kini duduk bersimpuh di hadapan Beliau. Dengan penuh rasa hormat. Untuk tulisan ini bukan nama Beliau sebenarnya.
“Uwak dulu dukun bayi. Uwak sering dimintai tolong untuk membantu melahirkan bayi-bayi. Uwak sering dimintai tolong untuk mengurut bayi-bayi dan anak-anak kecil. Betapa Uwak sangat menyayangi dan mencintai mereka semua…”
Aku semakin membungkuk hormat dalam duduk bersimpuhku. Betapa mulia Beliau. Memberikan kasihsayang dan cintanya dalam bentuknya yang paling sederhana: mengurut bayi-bayi. Sederhana sekali. Namun dalam setiap pijatan dan sentuhan, Beliau bisikkan doa bagi kesehatan sang bayi dan keselamatan perjalanan kehidupannya. Ahh…apa yang lebih indah dari kasih sayang penuh ketulusan seperti itu? (dan diam-diam aku merasa malu…).
Dalam obrolanku dengan cucu keturunannya, Mpok Amah yang kebetulan meneruskan tugas Beliau, memang Beliau terkenal sangatlah bersahaja. Dalam kesederhanaan hidupnya, Beliau tak pernah absen mengunjungi sebuah musholla kecil di seberang lembah di atas sana.Sekarang musholla-nya sudah tak ada, sejak puluhan tahun lalu. Dan jalan setapak yang setiap hari dilewati Baliau juga sudah tak ada. Hutan kecil yang memisahkan kampung Beliau dengan musholla itu juga sudah tiada. Digantikan oleh kompleks perumahan kami ini. Namun bagi Wak Rohmah, jalan setapak itu tetap ada…dan tetap Beliau gunakan setiap hari (beberapa warga mengadu memang terkadang melihat sosok nenek tua di malam hari sedang berjalan membelah kompleks ini).
Namun kecintaan Beliau kepada apa yang dilakukannya sepanjang hidupnya tak pernah hilang. Kecintaannya kepada anak kecil dan bayi-bayi….mengabadi bahkan hingga kini. Beliau masih sering menengok kami, menyapaku dari kejauhan ketika aku tiba malam hari di depan pintu gerbang rumahku. Beliau berdiri di seberang jalan rumahku, hanya untuk sekedar mengucapkan salam dan mendoakan. Terkadang dekat sekali di depan gerbang rumahku, dan mengucapkan salam.
Beliau masih sering menengok anak-anak dan bayi-bayi di kamar-kamar rumah dalam kompleks kami, meski sekarang Beliau tak lagi menampakkan dirinya kepada mereka (karena tak kudengar lagi khabar bisik-bisik tentang nenek sihir pemakan bayi). Tentu saja tidak untuk menculik apalagi melukai bayi-bayi itu. Tetapi hanya sekedar menengok mereka, melihat wajah-wajah suci mereka, dan mendoakan mereka penuh kasih sayang. Ah…Beliau adalah kemuliaan…dari rasa cinta dan kasih sayang yang sederhana namun penuh ketulusan. Wak Rohmah…sebuah cinta yang tak pernah mati.
Selamat Hari Kasih Sayang…….

0 saran,Bagaimana Menurut Anda??klik disini: