Antara Menyontek dan Korupsi, Beda Wujud, Namun Berstatus Sama

Minggu, 07 Maret 2010

Bulan maret ini, adik-adik yang sedang belajar di SMU dan SMP atau yang sederajat, akan menghadapi ujian nasional yang diselenggarakan secara serentak. Berbagai persiapan sudah mereka lakukan, mulai dari mengikuti program biimbingan belajar, mendatangkan guru les privat ke rumah, program karantina belajar di sekolah dan yang lainnya lagi. Walaupun sempat terjadi pro dan kontra, pada akhirnya, Menteri Pendidikan Nasional tetap memutuskan bahwa Ujian Nasional tetap dilaksanakan.

Berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, berbagai kecurangan dalam Ujian Nasional terjadi, sehingga saat ini dikenal peta 3 warna di lingkungan sekolah. Peta warna Putih, Hitam dan Abu-abu. Dari jenis warnanya saja sudah bisa kita fahami, bahwa warna Putih adalah peta yang menyatakan Sekolah-sekolah yang berada di wilayah tersebut dinyatakan dalam keadaan bersih dari kecurangan, sedangkan bagi sekolah-sekolah yang berada di wilayah Abu-abu, maka sekolah-sekolah yang berada di wilayah tersebut memiliki kualitas antara hitam dan putih, dan sesuai dengan warnanya, sekolah-sekolah yang berada di wilayah Hitam, maka sekolah-sekolah tersebut diduga kuat, bahkan bisa di nyatakan teramasuk dalam golongan Sekolah-sekolah yang melakukan praktek kecurangan dalam melaksanakan Ujian Nasional.

Saya tidak akan membicarakan model, variasi cara atau praktek kecurangan dalam Ujian Nasional di sekolah di Indonesia, namun, bukan masalah jujur atau tidak jujur, dan juga bukan hanya masalah curang dan tidak curang. Budaya menyontek, sudah harus sedini mungkin dihindarkan dari para generasi penerus bangsa ini.


Secara psikologis, anak yang melakukan praktek menyontek, baik disaat ulangan harian maupun ujian semester bahkan dalam Ujian Nasional sekalipun, sudah menandakan bahwa anak tersebut merasa tidak percaya diri dengan kemampuan dirinya sendiri dalam memahami pelajaran yang di ujikan di ujian tersebut, dia merasa bahwa dirinya merasa bodoh, tidak pandai, sehingga dia melakukan praktek kecurangan dalam ujian yang dilaksanakannya. Di sisi lain, budaya mencontek juga sama bahayanya seperti NARKOBA, jika sudah sekali melakukaan dan merasakannya, maka pelaku akan merasa “kecanduan” bahkan bisa mencapai taraf “ketergantungan”, dimana anak yang sudah terbiasa mencontek, merasa bahwa mencontek adalah suatu kebutuhan baginya, sehingga baginya, Ulangan Harian, Ujian Mid Semester dan Ujian Semester bahkan Ujian Nasional sekalipun, baginya hanya sebagai ajang prkatek mencontek, sehingga nilai yang didapatkannya dalam ujian yang dilakukannya dengan praktek mencoontek, tidak berpengaruh besar bagi kehidapan pribadinya. Hanya sebagai cetakan angka di dalam kertas ulangan atau raport saja.

Namun, kita juga tidak bisa menyalahkan sepenuhnya kepada adik-adik kita yang saat ini bersekolah di tingkat SMU dan SMP yang mungkin mereka sudah terjebak di dalam budaya Mencontek, terkadang, faktor keadaan keluarga juga bisa menyebabkan anak melakukan kecurangan dalam ujian, tentang hal ini akan saya bahas lain waktu. :D

Apa yang terjadi jika anak sudah merasa kecanduan menyontek???

Sadar atau tidak, menyontek itu sama saja dengan berbohong, anak yang menyontek, dia sama saja sudah berbohong, tidak saja kepada guru, orang tua, namun juga kepada masyarakat luas, selain itu, ijazah yang mereka dapatkan, akan menjadi bukti otentik yang tidak bisa diganggu gugat sebagai bukti bahwa dia telah mendapatkan pendidikan sesuai dengan tingkatannya.

Sesungguhnya, efek domino dari Menyontek sangatlah panjang, dan entah akan bermuara dimana, misanya, disaat anak SMP sudah menyontek dalam Ujian Nasional, kemudian ia lulus dengan nilai yang memuaskan, bahkan termasuk dalam golongan excelent student katakanlah seperti itu, tetapi, ia tidak akan berani untuk mendaftarkan melanjutkan studynya ke SMU favorit, itu sudah pasti, kenapa? karena ia sebenarnya sudah sadar bahwa kemampuan intelegensinya tidak sesuai dengan angka-angka yang tercetak di raport dan SKHUN yang ia dapatkan, maka pada akhirnya, ia hanya akan memilih sekolah yang kualitasnya sama dengan sekolahnya terdahulu, sebaliknya, jika seorang anak SMP yang benar-benar cerdas dan tekun, kemudian ia mendapatkan hasil ujian nasional dengan nilai yang sangat memuaskan, dan ia dapatkan hasil dari usaha sendiri, tanpa menyontek, maka ia dengan percaya diri akan melanjutkan studynya ke Sekolah yang favorit, bahkan dengan kualitas Internasional school mungkin. ini hanya efek domino yang ia rasakan hingga tingkat SMU.

Selanjutnya???? disaat ia melaksanakan Ujian Nasional tingkat SMU, maka karena sudah tertanam dalam hatinya, bahwa ia tidak pintar, maka jalan pintas akan ia lakukan lagi, sebagai cara agar ia lulus ujian nasional, setelah lulus, maka ia juga kembali tidak akan berani mendaftarkan dirinya ke perguruan tinggi negeri favorit, kalaupun dia mendaftar, maka bisa dipastiikan dia tidak akan lolos ujian masuk perguruan tinggi tersebut, karena seperti yang sudah kita ketahui, justru UMPTN lebih ketat pengawasannya dibandingkan Ujian Nasional di sekolah.

Efek domino yang akan sangat dirasakan adalah disaat ia sudah bekerja dan sudah berkeluarga, apa ajdinya jika Ijazah yang ia pakai untuk melamar pekerjaan dan mencari nafkah, ternyta adalah Ijazah Haram. Haram?? ya , saya katakan haram, karena Nilai yang ia dapatkan dalam Ijazah tersebut ia dapatkan dengan usaha yang curang dan jelas tidak sportif. Maka, tidak ada bedanya bukan antara Uang Hasil Korupsi dengan Nilai hasil Menyontek??? Sama-sama Haram.

Belum lagi disaat ia  mendapatkan nilai pada suatu mata pelajaran, katakanlah Matematika dengan nilai 9, sangat mungkin disaat ia sudah berkeluarga, ia akan ditanya oleh anaknya kelak, “Ayah/Ibu, dulu nilai matematikanya berapa??”, pertanyaan polos seorang anak bukan?. Sang Ayah/Ibu tentu akan menjawab dengan percaya diri, ” 9 donk, makanya ade juga harus bisa dapat nilai 9 seperti Ayah/Ibu..”, dan saya yakin dalam hatinya akan terjadi perang batin, dimana ia tentu akan malu jika harus mengakui bahwa nilai 9 itu adalah nilai yang ia dapatkan dari hasil kecurangan disaat ia menjadi siswa dulu.

Itu hanya sebagian contoh efek domino yang diakibatkan dari praktek Menyontek yang dilakukan oleh Seorang pelajar. Maka tidak heran jika saat ini buday korupsi di Indonesia juga sudah sangat membahayakan bagi masa depan bangsa ini, dan ternyata, bukan hanya uang saja yang bisa di korupsi, nilai ujian nasional pun sudah bisa di korupsi oleh para siswanya.

Sering saya sampaikan kepada adik-adik saya, bahwa nilai 5 dari hasil kejujuran, lebih baik daripada nilai 9, tetapi hasil dari menyontek, karena sebesar apapun nilai yang didapatkan dengan bantuan menyontek, baik membawa catatan maupun bekerja sama dengan teman, maka kebanggaannya tidak akan bertahan lama. Bahkan, tidak akan terkenang di masa tua nanti.

0 saran,Bagaimana Menurut Anda??klik disini: