Hukuman Paling Biadab di Bumi

Senin, 15 Maret 2010

Tak akan ada kata lain selain “Biadab” yang akan meluncur dari tenggorokan anda ketika pertama kali membaca buku true story berjudul “In The Name Of Honor”. Itu juga yang meluncur dari mulutku meski sudah beberapa kali mengulang membaca kisah seorang perempuan bernama Mukhtar Mai ini. Kemarin sore ketika aku membuka lemari buku, kembali aku menemukan buku ini, dan kembali kata “Biadab” itu meluncur dari mulutku.

Buku ini pertama kali diterbitkan tahun 2006 di Paris, berbahasa Perancis, Marie Thérèse Cuny yang menuliskan kisah ini. Di Indonesia pertama kali diterbitkan bulan Maret 2007 dan awal tahun 2008 aku menemukan buku ini. Aku ingin sedikit berbagi dengan anda tentang kisah perempuan terhormat yang menjadi salah satu dari 100 tokoh paling berpengaruh versi majalah TIME tahun 2006 ini.

Mukhtar Mai, perempuan cantik, petani miskin buta huruf di Pakistan, lahir tahun 1972. Dia tinggal di Meerwala, desa kecil di bagian selatan Punjam, berdekatan dengan perbatasan India. Meski seorang perempuan yang kelihatan lemah, Mukhtar Mai adalah perempuan pertama yang berhasil merebut kembali kehormatannya dengan cara menyerang balik tradisi barbar di negaranya.

Bagi anda yang belum pernah membaca/mengetahui tentang kisah ini, siapkan diri anda untuk melontarkan kata-kata “Biadab”.


Kisah ini bermula ketika adik laki-laki Mukhtaran Bibi (nama lain Mai) Shakur, dituduh telah melecehkan secara seksual seorang perempuan muda dari klan Mastoi -kaum terbesar di daerah itu. Shakur yang baru berusia 12 tahun telah dituduh berzina dengan Salma, wanita Mastoi berusia dua puluh tahun lebih. Padahal semua orang di desanya tahu sosok Salma adalah perempuan binal yang suka menggoda para lelaki. Tapi karena dia berasal dari klan yang disegani, maka para Dewan Jirga (dewan adat) pun tidak berani mencari kebenaran yang sebenarnya.

Atas tuduhan itu keluarga Mukhtaran harus bertanggungjawab dan memohon pengampunan kepada klan Mastoi. Caranya ; seorang perempuan Gujar (kaumnya Mukhtaran) harus menghadap dan memohon pengampunan itu kepada pemimpin-pemimpin Mastoi.

Singkat cerita, pada malam hari tanggal 22 Juni 2002 Mukhtar Mai didampingi keluarganya menghadap ke klan Mastoi memohon pengampunan adiknya. Di hadapan pemimpin klan Mastoi Faiza Mohammed, Mukhtar Mai memohon pengampunan atas adiknya.

Tapi dia tahu bahwa Mastoi tak pernah bermaksud memberikan pengampunan itu, mastoi menginginkan perempuan Gujar untuk pelampiasan pembalasan dendam. Sebelumnya, Mukhtaran mengusulkan penyelesaian masalah dengan cara menikahkan Shakur dengan Salma, dan menikahkan Mukhtaran dengan salah seorang lelaki Mastoi. Selain itu, Shakur juga memberikan sejumlah tanah kepada keluarga Salma.

Menurut beberapa saksi, Faiza mulanya setuju, tetapi dua lelaki dari keluarga Salma menolak dan menuntut balas dendam dengan cara zinah ganti zinah. Mukhtar Mai harus dizinahi oleh keluarga Salma sebagai pembalasan perbuatan adiknya yang tak pernah terbukti itu. Inilah pertama kalinya para anggota dewan sendiri memutuskan pemerkosaan masal sebagai cara untuk “menghormati keadilan”. Hukuman yang luar biasa biadabnya.

Selanjutnya dapat dipastikan, keputusan yang mengangkangi kehormatan-kehormatan semua ibu di dunia itu dilaksanakan. Mukhtaran dibawa kesebuah ruangan tertutup, kemudian empat orang laki-laki secara bergantian menggilir tubuhnya. Setelah puas, Muktaran ditendang keluar ruangan dengan keadaan setengah telanjang. Apakah yang melakukan ini masih bisa disebut manusia.

Entah bagaimana perasaan seorang perempuan menghadapi hukuman atas kesalahan yang tak pernah diperbuatnya. Menurutku, hukuman mati akan lebih baik daripada hukuman biadab dari klan barbar seperti itu. Tak terpikirkan olehku apa yang ada dibenak para eksekutor itu ketika mengeksekusi Mukhtaran, tidak kah mereka memikirkan tentang ibunya, saudara perempuannya, anak perempuannya. Tak pernah terpikirkan juga oleh kepalaku ini ternyata di bagian dunia sana masih ada bangsa yang meninggikan adat barbar tanpa agama.

Akhir cerita buku “In The Name Of Honor” memang para biadab itu dihukum mati. Namun pelajarannya apakah hukuman itu cukup, bisakah memberi efek jera dan tidak akan melahirkan Mukhtar Mai lain. Sungguh, hal “luar biasa” tentang buku true story yang pernah aku baca. Pertama kali aku menangis membaca sebuah buku, dan anda juga harus baca buku ini.

0 saran,Bagaimana Menurut Anda??klik disini: