Ciri-ciri Manusia Indonesia

Jumat, 12 Maret 2010

Bulan lalu saya datang ke Perpustakaan Daerah Bandar Lampung, mendaftar diri jadi anggota, dan mulai bisa menikmati ‘menu’ di sana. Ini merupakan pengalaman pertama saya menjadi anggota perpustakaan. Dan syukurnya, pengalaman pertama tersebut termasuk pengalaman menyenangkan. Salah satunya adalah bertemu dengan buku-buku tua yang berharga.

Salah satu buku tua yang menarik perhatian saya berjudul “MANUSIA INDONESIA, Sebuah Pertanggungjawaban”. Buku karangan Mochtar Lubis tersebut saya katakan cukup tua, karena pada tahun 1985 sudah mengalami cetak kelima. Saya katakan menarik, karena saat pertama membuka bagian daftar isi, sebagian besar menceritakan tentang ciri-ciri manusia Indonesia.

Yang lebih menarik — atau lebih tepatnya kaget — lagi adalah ketika membaca isi buku tersebut. Kaget karena ternyata ‘Karakter Bangsa’ sudah disinggung lewat buku tadi sejak setidaknya 25 tahun lalu.

Berikut ringkasannya.

Ciri-ciri Manusia Indonesia antara lain:
  1. Hipokritis alias Munafik,
  2. Enggan Bertanggungjawab, tapi kalau soal hak nomer satu,
  3. Bergaya Feodal,
  4. Percaya Tahayul,
  5. Artistik,
  6. Berwatak lemah, kurang kuat mempertahankan keyakinannya.
Ciri manusia Indonesia lainnya :

1. Tidak hemat alias boros,
2. Tidak suka bekerja keras,
3. senang jadi Priyayi, Jadi PNS merupakan idaman,
4. Ideal kalau menjadi PNS (Penguasa), Pengusaha, dan Pintar (Ilmuwan),
5. Berwatak kurang sabar, suka menggerutu,
6. Cepat cemburu dan dengki,
7. Sok, apalagi jika sedang berkuasa (mabuk kekuasaan),
8. Tukang tiru, bahkan sampai soal kepribadian (diimpor dari luar),

Ciri manusia Indonesia lainnya lagi :
  • Kejam, khianat, meledak, ngamuk, membunuh, menindas, memeras, menipu, korupsi.
Kesimpulan :
  1. Selain wajah buruk tadi,banyak ciri-ciri manusia Indonesia yang memberi harapan, asal selalu menyadari untuk mengurangi sifat-sifat buruk tadi.
  2. Kita harus menciptakan masyarakat yang dewasa, dan melepaskan diri dari ikatan feodalisme,
  3. Perlu belajar menggunakan Bahasa Indonesia yang murni, agar tepat antara kata dan makna, dan selanjutnya diartikan tepat antara kata dan perbuatan.
  4. Menghargai seni budaya asli, bangga menjadi Indonesia.
Usul Mochtar Lubis :
  1. Kerajinan tangan diajarkan dengan teliti dan teratur mulai dari pendidikan rendah, agar masyarakat tumbuh menjadi kreatif,
  2. Berhenti menggunakan kata ‘Bapak’ kepada penguasa atau pembesar, ganti dengan kata ‘Saudara’,
  3. Melepaskan rasa takut untuk mengatakan apa yang kita yakini benar pada siapapun,
  4. Bersikap lebih manusiawi kepada sesama manusia,
  5. Penguasa,i swasta, dan seniman bergaul lebih erat,
  6. Percaya pada kekuatan sendiri, dan mulai mengembangkannya untuk mengatasi persoalan yang dihadapi,
  7. Mengembangkan etik, tata-nilai, membedakan yang salah dan benar, yang patut dan tidak, yang hak dan bathil, antara kepentingan pribadi dengan umum, antara yang adil dengan zalim,
  8. Mengembangkan sistem pendidikan yang menjawab tantangan zaman.
Demikian ringkasan buku tersebut, saya pikir tetap cukup berguna sebagai bahan refleksi kita dizaman ini, meskipun ada hal-hal tertentu yang perlu diupdate. Tugas kita untuk meneruskan apa yang sudah dimulai oleh Mochtar Lubis : Membangun Budaya Oto-Kritik.

Salam hangat,
Bandar Lampung, 12 Maret 2010.

0 saran,Bagaimana Menurut Anda??klik disini: