Misterius: Al-Quran dan Investasi Wanita Bercadar

Senin, 08 Maret 2010


Ilustrasi
Rabu pagi, tanggal tiga Februari merupakan hari pertama saya mengikuti tahsin al-Quran ke Syeikh Asyraf di masjid Jafariyyah, kawasan Darassah (kawasan yang berdekatan dengan masjid Al-Azhar, Masjid Husein dan pasar Khan Khalili). Sejak tahun lalu, saya ingin sekali setiap pagi bisa membaca al-Quran ke sana. Akan tetapi, karena ujian dan kesibukan yang lainnya membuat semua keinginan itu menjadi kandas di perempatan jalan. 

Setengah delapan pagi bersama dua kakak saya, akhirnya saya meluncur ke masjid itu. Pagi itu kami menaiki bus yang sebenarnya tidak melewati rute tujuan, namun jalur bus itu berdekatan dengan jalan menuju kawasan Darrasah. Dengan menaiki mobil itu kami berharap dapat menghemat waktu dan bisa cepat sampai. Terpenting lagi, dengan datang lebih awal saya dapat membaca al-Quran dan dikoreksi lebih banyak. 
 
Setelah naik, ternyata ada beberapa bangku yang kosong di deretan paling belakang. Saya pun duduk sembari mengulang bacaan yang hendak dibacakan ke Syeikh Asyraf nantinya. Lantara duduk di bangku paling akhir, berdekatan pintu bus, angin jalan pun masuk dengan leluasa menerpa kami. Dinginnya membuat saya menggigil pagi itu.

Beberapa saat kemudian, tiba-tiba penumpang yang duduk di depan kami turun hingga beberapa kursi pun menjadi kosong. Tanpa pikir panjang akhirnya kami meloncat ke depan. Saya terus asyik mendengar muratal Syeikh Khalil Khushori sembari melihat teks al-Quran, tanpa terasa kami pun sampai ke persimpangan tempat menyambung mobil kedua.

Ketika saya hendak melangkah turun, tiba-tiba saja seorang wanita bercadar hitam, duduk di kursi sebelah kiri belakang saya, menghambat dan menyodorkan sebuah mushaf hadapan saya. Saya kaget bukan kepalang. Secara reflek saya pun memberikan isyarat dengan menunjuk ke diri saya, “Ana…?” —Saya …?—. Wanita bercandar itu pun paham dengan yang saya maksudkan, dan kembali menegaskan maksudnya, “Na`am, inta khuzd…!” (benar, kamu ambil ini!). Karena tidak mau terlambat turun dari bus, tanpa pikir panjang al-Quran merah plus pakai resleting itupun akhirnya saya ambil.
 
Sebenarnya ketika di atas bus saya bingung, antara ngambil atau tidak. Masak saya tidak kenal, main sikat saja pemberian orang lain. Di samping itu, saya juga telah memiliki al-Quran, kendatipun saya masih membutuhkan sebuah al-Quran berukuran lebih besar dan dilengkapi tajwid. Tidak mau memperpanjang kalam yang berakibat dan menuai akibat fatal. Akhirnya saya putuskan untuk menerimanya.
 
Saya kembali merenung dan bertanya-tanya, kok tiba-tiba akhwat bercandar itu memberikan saya sebuah al-Quran. Saya teringat dengan firman Allah dalam surat at-Thalaq: 

“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. At-Thalaq: 2-3). Apa itu jawaban dari apa yang saya butuhkan? Wallahu a`lam bisshawab

Ketika sampai di rumah, saya pun menceritakan apa yang saya alami. Salah seorang kakak saya bilang, wanita itu barangkali ingin mendapatkan pahala dengan memberikan al-Quran itu. Bisa jadi selama di bus itu, dia memperhatikan komat-kamit mulut saya ketika membaca al-Quran. Benar juga itu. Saya teringat dengan sebuah hadis Rasulullah: 

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُوْلُ : { ألم } حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ

Artinya: “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan. Dan satu kebaikan menjadi sepuluh kali semisal (kebaikan) itu. Aku tidak mengatakan: alif lam mim itu satu huruf, namun alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim itu satu huruf.” (HR.Tirmidzi dan yang lainnya dari Abdullah bin Mas’ud dan dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullah) 

Akhirnya saya berkesimpulan, berarti wanita bercadar itu ingin berinvestasi pahala melalui bacaan al-Quran saya. Bukankah Islam mengajarkan, siapa yang menunjukan atau mengajarkan sebuah amal kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala sama dengan orang yang melakukannya. Investasi. Begitu juga halnya dengan pahala bacaan al-Quran yang saya dapatkan, tidak akan berkurang sepeser pun kendati telah dibagi-bagi kepada orang lain. Sungguh Islam adalah agama yang sangat sempurna. Iam Proud To Be Moslem.

0 saran,Bagaimana Menurut Anda??klik disini: