Meneladani Bung Hatta

Senin, 08 Maret 2010


Bung Hatta (Lahir: Bukittinggi, 12 Agustus tahun 1902) merupakan tokoh yang selalu berkarya nyata. Salah satu karya monumental beliau adalah ide tentang pembentukan koperasi.
 
Pemikiran ini kemudian beliau tuangkan melalui pembentukan koperasi pengusaha batik yang berhasil mendorong kemajuan bagi pengusaha batik sampai bisa ekspor ke luar negeri.

Pada saat bangsa Indonesia masih berkutat untuk menumbuhkan minat baca, pemikiran beliau sudah jauh lebih maju dengan memberikan teladan bangsa Indonesia untuk menumbuhkan budaya menulis. Kegiatan tulis-menulis ini telah beliau lakukan sejak masih belajar di negeri Belanda sampai akhir hayatnya. Tak terhitung lagi jumlah artikel dan buku yang telah beliau tulis. Sebuah monumen intelektual berupa perpustakaan di Bukittinggi pun telah didirikan untuk mengenang Pak Hatta.

Ada cerita yang bisa dijadikan teladan bagi kita, cerita yang mungkin jarang  diketahui oleh  banyak orang tentang bung Hatta.


Dulu saat tahun 1950-an, ada sebuah merek sepatu yang bermutu tinggi  bernama Bally. Dan harganya tentulah tidak murah. Bung Hatta berminat ingin membeli sepatu Bally suatu hari nanti. Maka beliau  kemudian menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat penjualnya, lalu berusaha menabung agar bisa membeli sepatu idaman tersebut.

Namun hingga akhir hayat beliau, sepatu Bally idaman Bung Hatta tidak pernah terbeli karena tabungannya tak pernah mencukupi karena tabungan itu selalu terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabat dan handai taulan yang datang kepadanya untuk meminta pertolongan.
Yang sangat mengharukan dari cerita ini adalah guntingan iklan sepatu Bally itu  masih tersimpan dan menjadi saksi keinginan sederhana  Bung Hatta saat beliau wafat.  Padahal jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu yang masuk dalam jajaran tinggi wakil negara, sebenarnya sangatlah mudah bagi Bung Hatta untuk memperoleh sepatu Bally.

Namun, di sinilah letak keistimewaan Bung Hatta. Beliau tidak mau meminta sesuatu untuk kepentingan sendiri  pada orang lain. Bung Hatta lebih memilih jalan sukar dan lama, yang ternyata gagal karena beliau lebih mendahulukan orang lain daripada kepentingannya sendiri.

Itulah salah satu  teladan besar yang beliau tinggalkan, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari meminta hibah, santun bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada. Kalau belum mampu, harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung pada orang lain.

———- ooOoo ————-

Tuhan terlalu cepat semua Kau panggil satu satunya yang tersisa, proklamator tercinta Jujur, lugu dan bijaksana Mengerti apa yang terlintas dalam jiwa, rakyat Indonesia.

Hujan air mata dari pelosok negeri, saat melepas engkau pergi Berjuta kepala tertunduk haru, terlintas nama seorang sahabat Yang tak lepas dari namamu.

Terbayang baktimu, terbayang jasamu Terbayang jelas jiwa sederhanamu Bernisan bangga, berkafan do’a dari kami yang merindukan Orang sepertimu.

Bung Hatta By : Iwan Fals

0 saran,Bagaimana Menurut Anda??klik disini: