NENEK DAN MINYAK GORENG

Sabtu, 09 Januari 2010

Suatu ketika saya bertemu dengan seorang nenek. Dia,
yang yang ringkih dengan kebaya bermotif kembang itu,
tampak sedang memegang
sebuah kantong plastik. Hitam
warnanya, dan tampak lusuh. Saya duduk disebelahnya,
di atas sebuah metromini yang menuju ke stasiun KA.
Dia sangat tua, tubuhnya membungkuk, dan kersik di
matanya tampak jelas.
Matanya selalu berair, keriputnya, mirip dengan aliran
sungai.Kelok-berkelok. Hmm...dia tampak tersenyum pada
saya. Sayapun balas tersenyum. Dia bertanya, mau
kemana. Saya pun menjawab mau kuliah, sambil bertanya,
apa isi plastik yang dipegangnya.
Minyak goreng, jawabnya. Ah, rupanya, dia baru saja
mendapat jatah pembagian sembako. Pantas, dia tampak
letih. Mungkin sudah seharian dia mengantri untuk
mendapatkan minyak itu. Tanpa ditanya, dia kemudian
bercerita, bahwa minyak itu, akan dipakai untuk
mengoreng tepung buat cucunya. Di saat sore, itulah
yang bisa dia berikan buat cucunya.
Dia berkata, cucunya sangat senang kalau digorengkan
tepung. Sebab, dia tak punya banyak uang untuk
membelikan yang lain selain gorengan tepung buatannya.
Itupun, tak bisa setiap hari disajikan. Karena, tak
setiap hari dia bisa mendapatkan minyak dan tepung
gratis.
Degh. Saya terharu. Saya membayangkan betapa rasa itu
begitu indah. Seorang nenek yang rela berpanas-panas
untuk memberikan apa yang terbaik buat cucunya. Sang
nenek, memberikan saya hikmah yang dalam sekali. Saya
teringat pada Ibu. Tuhan memang Maha Bijak. Sang nenek
hadir untuk menegur saya.
Sudah beberapa saat waktu sebelumnya, saya sering
melupakan Ibu.
Seringkali makanan yang disajikannya, saya lupakan
begitu saja. Mungkin, karena saya yang terlalu sok
sibuk dengan semua urusan kuliah. Sering saat pulang
kerumah, saya menemukan nasi goreng yang masih tersaji
di meja, yang belum saya sentuh sejak pagi.
Sering juga saya tak sempat merasakan masakan Ibu di
rumah saat kembali, karena telah makan di tempat lain.
Saya sedih, saat membayangkan itu semua.
Dan Ibu pun sering mengeluh dengan hal ini. Saya
merasa bersalah sekali. Saya bisa rasakan, Ibu pasti
memberikan harapan yang banyak untuk semua
yang telah dimasaknya buat saya. Tentu, saat
memasukkan bumbu-bumbu, dia juga memasukkan kasih dan
cintanya buat saya. Dia pasti juga akan menambahkan
doa-doa dan keinginan yang terbaik buat saya. Dia
pasti, mengolah semua masakan itu, mengaduk,
mencampur, dan menguleni, sama seperti dia merawat
dan mengasihi saya. Menyentuh dengan lembut, mengelus,
seperti dia mengelus kepala saya di waktu kecil.
Metromini telah sampai. Setelah mengucap salam pada
nenek itu, saya pun turun. Namun, saya punya punya
keinginan hari itu. Mulai esok hari, saya akan
menyantap semua yang Ibu berikan buat saya. Apapun
yang diberikannya.
Karena saya yakin, itulah bentuk ungkapan rasa cinta
saya padanya. Saya percaya, itulah yang dapat saya
berikan sebagai penghargaan buatnya. Saya berharap,
tak akan ada lagi makanan yang tersisa. Saya ingin
membahagiakan Ibu. Terima kasih Nek.
untuk Ibu Tercinta.............

0 saran,Bagaimana Menurut Anda??klik disini: